Rahim Pengganti

Bab 140 "Perjodohan"



Bab 140 "Perjodohan"

0Bab 140     
0

Perjodohan     

Lima belas tahun kemudian..     

Pagi ini semuanya sedang sarapan bersama hanya saja sedikit sepi, karena Melody yang biasanya ada di tengah tengah mereka mulai dua Minggu yang lalu sudah tidak tinggal bersama mereka. Hal itu karena harus ikut suaminya pergi ke luar kota, anak pertama Bian dan Carissa itu sudah menikah tiga bulan lalu dan sebelum mereka pindah keluar kota, Melody dan suaminya secara berganti tinggal bersama ayah dan bundanya atau mertuanya.     

"Bund, aku pergi dulu ya," pamit Gina.     

"Adek nanti pulang cepat ya. Bunda sama Ayah mau ngomong sesuatu," balas Bian. Dahi Gina berkerut tidak biasa nya kedua orang tuanya bersikap seperti saat ini, dan hal ini membuat Gina terkejut. Gadis itu lalu kembali duduk di kursinya dan menatap penuh tanya ke arah Bian. "Emang ada apa sih, Yah?" tanya Gina.     

"Nanti saja, sana kamu pergi. Jangan terlambat," ucap Bian. Mendengar hal itu membuat Gina tidak semangat, gadis itu lalu beranjak dari tempat duduknya. Setelah dirasakan Gina sudah pergi, Carissa menatap ke arah suaminya itu memberikan tatapan yang sangat sulit diartikan tatapan yang penuh dengan tanda tanya.     

"Ayah beneran mau jodohin adek dengan pria itu?" tanya Ryu, sudah sejak tadi pria itu menahan dirinya. Setelah lulus dari kuliah bisnisnya, Ryu langsung mengurusi, semua bisnis keluarga terutama perusahan Kakek Andi yang sejak Ryu genap 17 tahun, Ikram langsung membaginya kepada sang keponakan. "Iya. Semua demi kebaikan adik kamu, ayah tidak mau Gina jadi masuk ke dalam lingkaran hitam pergaulan bebas. Ayah pengen Gina ada yang bimbing," ucap Bian.     

"Tak gak kayak gini, juga Yah. Apa ayah yakin dengan keputusan ini? Apa ayah sudah tahu siapa dia, bagaimana keluarganya? Aku gak pengen Gina tersakiti akan hal ini," jelas Ryu.     

Kalau saat masih anak anak keduanya sangat tidak akur, berbeda dengan kondisi yang keduanya sudah dewasa. Rasa sayang Ryu kepada Gina begitu besar, adiknya terluka sedikit saja sudah membuat Ryu begitu khawatir. Apa lagi dengan kabar perjodohan ini, semakin membuat Ryu tidak tenang.     

"Gina akan bahagia nak. Ayah tahu, kamu begitu menyayangi adik kamu, tapi ini juga demi kebaikan dia. Ayah yakin Daffa adalah pria yang cocok untuk Gina."     

Ryu menatap ke arah sang bunda yang tersenyum, "Baiklah." Sarapan mereka pun berlanjut, setelah selesai Ryu lalu pamit dengan kedua orang tuanya. Bian sudah tidak pergi ke kantor lagi, hanya sesekali pria itu datang itupun kalau ada pekerjaan yang genting. Selebihnya hanya mengontrol semua hal dari rumah, menikmati waktu bersama sang istri adalah pilihan yang terbaik.     

Berada di titik ini, tidak mudah untuk Bian dan Carissa perusahaan hampir saja bangkrut karena Bian terlalu percaya dengan seseorang. Membuat mereka menjadi sangat rugi, semuanya hampir di sita bank. Tapi kebaikan itu datang, support yang diberikan oleh Carissa membuat semangat Bian tumbuh dengan baik. Keduanya akhirnya bisa melalui semua cobaan dengan baik dan bahagia.     

Bukan hanya sampai disitu saja, tapi kepercayaan dan kejujuran juga diuji dalam hubungan mereka. Wanita yang ternyata tidak asing untuk Carissa yang bersama dengan Ikram ternyata orang yang licik. Wanita itu ingin merebut Bian, membuat fitnah yang hampir menjadi boomerang untuk rumah tangga Carissa dan Bian saat itu.     

"Ayah yakin?" tanya Carissa. Saat ini keduanya sedang duduk di teras rumah, kebiasaan setiap selesai sarapan maka Bian dan Carissa akan ke tempat ini. Bian menoleh ke arah istrinya, menatap penuh cinta. Pria itu menganggukan kepalanya. "Ayah yakin, Daffa akan bisa membimbing anak kita. Bunda tahu sendiri seperti apa Gina, hanya dengan Ryu anak itu bisa mengerti sedangkan selamanya Ryu tidak akan mungkin bersama dengannya. Ryu dan Gina akan memiliki kehidupan masing masing, itulah kenapa Ayah melakukan semuanya. Karena Ayah sangat yakin, keluarga mereka tidak akan mungkin menyakiti anak kita," jelas ayah Bian. Mendengar penjelasan panjang tersebut membuat Carissa sedikit tenang. Meskipun sebenarnya masih ada keraguan di dalam hati Carissa, sebagai seorang ibu Carissa tidak ingin anaknya dalam bahaya, sebagai seorang ibu dirinya ingin baik Guna, Ryu ataupun Melody semuanya bahagia menjalani semua kehidupannya.     

"Bunda gak usah khawatir. Karena jika suatu saat nanti, Daffa menyakiti Gina maka ayah orang pertama yang akan menuntut dia."     

"Pekerjaan Daffa apa yah?" tanya Carissa. Bian tersenyum, pria itu menampilkan raut wajah bahagianya.     

***     

Di lain tempat di rumah Hartawan, seorang wanita paruh baya yang begitu cantik sedang menyiapkan sarapan pagi. Hari ini, mereka kedatangan anak yang paling ditunggu, anak yang selama hampir 2 tahun tidak pulang karena harus menjalankan tugas negara. Anak yang bukan hanya miliknya tapi juga milik negara dan tanah air.     

"Beda bener kalau anak kesayangan yang pulang. Semua makanan lengkap," ucap Dewa.     

Sang ibu hanya geleng geleng kepala melihat tingkah laku anak bungsunya itu. "Udah kamu sekarang bangunkan abangmu. Terus kita sarapan bareng," pinta sang ibu.     

"Malas Bu. Biarin aja kenapa. Enak bener baru pulang selama pergi dua tahun. Eh di sambut bagai raja," gerutu Dewa.     

"Kamu itu. Abangmu kan pergi tugas nak, bukan main main."     

"Canda Bu canda," balas Dewa. Anak itu sudah berusia 21 tahun namun, gayanya masih seperti anak SMP. "Ayah mana Bu?" tanya Dewa lagi.     

"Upacara pagi. Di batalyon sekarang," balas sang ibu.     

"Selamat pagi," sapa seseorang. Dewa dan sang ibu menoleh ke arah belakang. Seorang pria tampan yang begitu berwibawa baru saja bangun dari tidurnya. Badan yang begitu sixpack, membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona dan langsung jatuh cinta.     

"Pagi. Duduk bang, kita sarapan," ucap sang ibu.     

Mendengar perintah dari ibunya itu langsung membuat pria itu duduk dengan rapi, saat makan di rumah ini tidak ada yang boleh berbicara. Hal itulah yang selalu diajarkan oleh kedua orang tua mereka. Meskipun sejak tadi Dewa sudah ingin melempar banyak pertanyaan, tapi dirinya tahan setelah selesai sarapan.     

"Kamu hari ini, ada kegiatan apa nak?" tanya sang ibu. Pria itu menoleh ke arah ibunya yang juga sana dengan dia menatap penuh tanya.     

"Tidak ada Bu. Hari ini Daffa hanya ingin istirahat, sambil menikmati waktu cuti. Karena bulan depan sudah mulai bertugas di kantor baru," jelasnya. Pria yang memiliki nama lengkap Daffa Zhafran Hartawan ini adalah anak dari pasangan TNI bernama Joyo Abdinusa Hartawan dan Sri Herawati.     

Sebagai seorang anak yang dibesarkan di lingkungan keras, membuat Daffa tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab dan penuh ambisi untuk menyelesaikan semua tugas yang sudah diberikan kepadanya.     

"Nanti ikut ayah dan ibu pergi ke rumah salah satu teman ayah. Kali ini, ibu ingin kamu tidak menolak kembali Daffa, karena sudah berapa kali hal ini terjadi dan semuanya kamu tolak," jelas ibu Sri. Daffa tersenyum dan menganggukkan kepalanya, pria itu juga sudah berjanji untuk melupakan orang dimasa lalu, yang hanya bisa dirinya kagumi tanpa memiliki. "Daffa akan menerima semua yang sudah ibu dan ayah berikan," ucapnya. Mendengar hal itu membuat ibu Sri tersenyum bahagia. Wanita itu ingin melihat anak anaknya bahagia, selagi umur masih ada.     

"Kamu juga tidak boleh keluyuran dek. Kita akan pergi semuanya," ucap ibu Sri. Dewa yang bahagia seketika memasang wajah cemberutnya. Anak itu juga tidak bisa menolak apa yang diperintahkan kedua orang tuanya karena bagi mereka. Titah dari ibu Sri dan ayah Joyo adalah sebuah perintah untuk bisa selamat dunia dan akhirat.     

"Dewa berangkat dulu ya Bu, bang. Assalamualaikum," pamit Dewa. Setelah Dewa pergi, Daffa kembali ke dalam kamarnya, pria itu mengeluarkan sebuah foto dimana dirinya untuk pertama kali bersanding dengan wanita pujaan hatinya saat SMA, hanya saja hubungan mereka saat itu hanya sebatas teman karena Daffa yang tidak berani menyatakan kepada dirinya hal yang sebenarnya hingga detik ini.     

"Mel … aku harap kamu masih sendiri, dan aku bisa mengejar kamu," ucapnya. Daffa seolah lupa bahwa dirinya tadi mengatakan untuk menerima apa yang menjadi pilihan kedua orang tuanya.     

Di lain tempat, Gina sedang berkumpul dengan teman temannya di perpustakaan, saat semuanya fokus dengan tugasnya tiba tiba Dewa datang membuat keributan.     

"Woi," teriak Dewa. Semua orang yang ada di perpus menatap dewa dengan tatapan yang begitu kesal, apalagi penjaga perpus yang sudah memasang wajah marahnya. Dewa tersenyum, lalu duduk di dekat Sekar.     

"Berisik," ucap Sekar dengan penuh penekanan. Dewa hanya, menatap Sekar dengan menampilkan senyuman manisnya. "Jangan marah marah dong, tua putri pangeran jadi sedih," balas Dewa. Rasanya saat ini Sekar ingin, membuang Dewa ke laut Amazon karena kesal dengan sikap dan tingkah laku pria itu yang membuat kepala rasanya mau pecah.     

"Udah kak, inget tugas kita belum selesai," ucap Gina. Meskipun, Sekar udah sering mengatakan untuk memanggilnya dengan sebutan nama saja, tapi Gina tetap dengan pendirian. Keduanya sejak SMP jadi satu sekolah, hal itu juga memudahkan Bian mengontrol kedua anak gadisnya itu. Bukan hanya Bian yang bersikap posesif tapi Elang juga, Bagas yang sudah akan kuliah saja masih diawasi apalagi Sekar yang notabene adalah anak gadis.     

"Tugas apaan sih?" tanya Dewa. Sungguh baru kali ini, ada calon dokter yang memiliki otak setengah seperti Dewa. Pria itu seolah tidak ada niat, untuk membuat tugas atau pun itu.     

"Lo belum ngerjain tugasnya pak Athalla Dewa? Gila, buruan deh. Lo tahu sendiri gimana killernya itu dosen, mending sekarang lo buat," ucap Akbar. Mendengar hal itu membuat Dewa langsung menuruti apa yang di infokan oleh teman temannya.     

***     

Rasanya hari ini begitu, buruk bagi Dewa laki laki itu mendengarkan ceramah yang diberikan oleh dosennya. Pria yang masih muda namun, terkenal dengan sangat killer dan dinginnya. Bahkan tidak ada seorang rekan sesama dosen yang dekat, banyak mahasiswa juga yang takut jika berdekatan dengannya kecuali Sekar dan Gina.     

"Sekar Larasati dan Gina Gauri ikut saya ke ruangan. Kalian yang belum selesai saya tunggu hari ini," ucapnya dengan nada penuh penekanan. Saat pria itu keluar, semuanya seolah bisa bernapas legah.     

"Itu dosen, udah muda sok banget gila aja. Gue rasanya pengen ceburin dia ke kolam ikan koi," gerutu Dewa. Semua orang tidak ada yang tahu, siapa dan apa hubungan Sekar, Gina bahkan Akbar dengan dosen muda itu. Karena memang Athalla tidak mau diketahui soal privasi dirinya.     

"Udah mending kita selesaikan tugas ini. Dari pada lo ngomel gak jelas seperti ini," ucap Akbar.     

"Iya aku setuju. Pak Athalla itu baik loh, makanya dia kasih tugas sebanyak ini," ujar Acha. Seorang mahasiswi yang begitu ngefans dengan Athalla. Sekar dan Gina yang mendengar hal itu, hanya geleng geleng kepalanya.     

Mereka pun, lalu pamit untuk pergi ke ruangan dosen killer yang tidak punya hati itu, keduanya saja sering kali mengumpat karena tidak suka dengan aturan yang dibuat oleh dosennya itu.     

Sesampainya di depan ruangan dosen, mereka berdua segera masuk ke dalam sana. Terlihat dengan jelas, ruangan ini begitu seram sama halnya dengan wajah dosen mereka.     

"Om Atha mau apa sih," ucap Gina. Anak itu sudah duduk di kursi bersamaan dengan Sekar. Keduanya tidak peduli, apakah Atha akan kesal atau tidak.     

"Kan sudah dikasih tahu jangan panggil om Gina."     

"Jadi mau di panggil apaan. Sayang, cinta gitu? Ya gak mungkin Om, karena Om Atha itu sepupunya Ayah dan Mami, dan itu artinya Om adalah Om nya kami," ucap Sekar.     

Athalla Arkana, adalah anak dari Arga dan Elsa. Om dan Tante dari Bian dan Siska. Sehingga mau seperti apa juga, Atha tetap adik sepupu dari Bian dan Siska. Serta Om bagi anak anak mereka.     

"Terserah kalian. Di sini saya cuma mau bilang, kalau kalian tidak boleh pulang sore, karena kalian akan pulang bersama saya nanti. Saya di minta Mas Bian untuk mengantar kalian pulang," ucapnya. Gina dan Sekar terkejut dengan apa yang sudah diucapkan oleh pria muda yang begitu killer tapi dia adalh Om mereka sendiri. Rasanya saat ini Gina ingin marah karena tingkah laku Atha yang begitu membuat hati kesal dan marah. "Sekar masih ada urusan sama Acha dan Akbar Om. Jadi gak bisa ikut pulang, tadi udah izin sama Papi juga, dan Papi bilang boleh. Jadi Om pulang sama Gina, aja bukannya malam ini yang lebih penting itu kedatangan lo na," balas Sekar dengan menaik dan menurunkan matanya, Gina hanya menghela nafasnya berat. Perempuan itu, hanya bisa menatap datar ke arah kedua orang di depannya saat ini     

"Emang ada apaan sih?" tanya Gina.     

"Nanti kamu akan tahu dengan sendirinya. Sekarang kalian keluar," ucap Athalla. Gina hanya menatap datar, sungguh gadis itu tidak suka dengan jawaban yang diberikan oleh Omnya. "Om Atha resek ih," balas Gina kesal.     

***     

Gina tidak mengerti dengan bunda dan ayahnya, saat ini gadis itu hanya bisa duduk diam sambil menunggu mereka semua bersiap. Gina rasanya ingin teriak sekencang kencangnya, karena syok dengan perkataan yang baru saja dirinya dengar. Ada apa dengan kehidupan ini, kenapa sangat tidak adil. Itulah yang ada di dalam pikiran Gina.     

"Buat lo," ujar Akbar. Gina mengangkat kepalanya dilihatnya, ada Akbar dan juga Sekar di depannya saat ini. Keduanya orang itu langsung mendekat dan memeluk Gina dengan erat, baik Akbar dan Sekar juga tahu mengenai hal ini karena kedua orang tua mereka sudah memberitahu. Keduanya kaget, saat tahu namun, mereka juga tidak bisa berbuat apa apa.     

"Udah gue yakin apa yang dipilih sama pakde adalah yang terbaik. Lo harus percaya, tidak ada orang tua yang memilih dengan pilihan yang salah," ucap Sekar.     

"Aku cuma syok aja kak. Usia aku masih 21 tahun bagaimana bisa ayah melakukan ini."     

"Pakde punya alasannya Na. Gue yakin, beliau sudah memikirkan hal ini dengan matang," balaw Akbar.     

Ketiga mengobrol di dalam kamar, Gina bukannya menolak hanya saja karena usianya yang masih sangat muda membuat wanita itu masih belum siap dalam menjalani hubungan yang lebih serius.     

Semua orang sudah berkumpul di ruang tamu, begitu juga dengan Gina wanita itu berulang kali menarik napasnya panjang, Ryu yang berada di samping adiknya selalu memberikan semangat untuk Gina. Genggaman tangan Ryu juga tidak pernah lepas, pria itu ingin menunjukkan bahwa Gina tidak sendirian bahwa ada dia yang akan selalu ada di dekat adiknya itu.     

"Assalamualaikum."     

"Waalaikumsalam."     

Gina masih menundukkan kepalanya, wanita itu belum siap untuk menatap ke arah orang yang baru datang, hingga akhirnya suara seseorang yang dikenal olehnya membuat Gina mengangkat kepalanya.     

"Jadi yang mau dijodohin sama Abang itu lo Na?" tanya Dewa. Bukan hanya Dewa yang kaget, tapi Gina bahkan Sekar dan Akbar juga. Keempat orang itu, saling menatap satu dengan lainnya. Ayah Joyo, langsung menyentil dahi anaknya itu, untuk bisa bersikap sopan.     

Dewa lalu duduk di dekat Sekar dan Akbar, meminta penjelasan akan hal ini. Pria itu tidak menyangka jika yang akan menjadi calon kakak iparnya adalah sahabatnya sendiri, sedangkan Gina terus menatap ke arah pria yang ada di depannya. Sosok pria yang tidak asing dilihatnya, tapi Gina tidak tahu bertemu dimana.     

"Ini Gina anak kami, sayang ayo kenalan sama Om Joyo dan Tante Sri," ucap ayah Bian. Gina lalu berdiri dan mendekat ke arah kedua orang tua yang begitu murah senyum itu. "Kami ayu sekali nduk, anaknya Mbak Carissa memang cantik cantik," puji Ibu Sri. Mendapatkan pujian tersebut membuat pipi Gina bersemu merah, gadis itu lalu duduk kembali ke tempatnya dan Ryu langsung menggenggam tangan sang adik dengan posesif.     

"Mbak Sri bisa aja. Dewa dan Gina ternyata satu kampus, berarti kenal sama Sekar dan Akbar juga?" tanya bunda Carissa.     

"Iya Tante. Malahan sahabatan," jawab Dewa.     

"Wah bagus dong."     

Obrolan keluarga kembali berlanjut, keduanya ingin mengadakan pertunangan untuk mengikat Gina, mendengar hal itu membuat wanita itu menatap ke arah kedua orang tuanya, ada sedikit rasa kecewa di dalam hati Gina karena kedua orang tuanya seolah tidak memikirkan pendapat dirinya namun, Gina balik lagi meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya baik untuk dirinya.     

"Bagaimana nak Daffa? Kamu mau menerima perjodohan ini?" tanya Bian. Daffa hanya tersenyum singkat, dirinya tidak tahu harus bersikap seperti apa yang jelas Daffa akan menerima Gina mau bagaimana itu adalah pilihan dari kedua orang tuanya, dan sebagai anak yang tidak pernah membantah maka Daffa akan melakukan hal itu. "Saya menerima om," jawab Daffa dengan lantang. Semuanya mengucapkan syukur akan hal itu, lalu para pria sibuk mengobrol kan semua hal begitu juga dengan para wanita.     

Sedangkan para anak anak hanya diam dan menyaksikan obrolan mereka lebih tepatnya Gina yang diam, karena ketiga sahabatnya sudah sibuk bercerita banyak dan Ryu, sedang bersama dengan Athalla keduanya begitu cocok sama sama penuh ambisius dan datar. Tidak banyak orang yang tahu, jika Ryu dan Athalla sedang membangun sebuah bisnis baru, yang akan launching beberapa bulan lagi.     

***     

Berdiam diri adalah hal yang selalu dilakukan oleh Gina, gadis itu lebih memilih untuk pergi ke taman belakang di mana masih banyak hewan peliharaan sang ayah. Jika sedang lelah, Gina pasti akan pergi ke tempat ini menghabiskan banyak waktunya seorang diri bermain dengan kelinci yang dia beri nama cio. Kelinci betina yang menjadi hewan kesayangan nya itu.     

Gina tidak tahu, harus bersikap seperti apa. Gadis itu masih bimbang, entah apa yang menyebabkan hal itu terjadi, perjodohan yang dilakukan secara mendadak benar benar membuat kepala Gina rasanya ingin pecah.     

"Kenapa hal ini, seperti mimpi. Kenapa bisa aku di posisi seperti ini," ucap Gina. Gadis itu menarik napasnya panjang, "Andai aku bisa seperti Kakak. Yang menikah dengan pria pilihannya, dan hidup bahagia," lanjut Gina.     

Melody malam ini tidak bisa datang, karena memang tidak memungkinkan mereka baru pergi pindah ke luar kota, di tambah dengan kondisi Melody yang sedang hamil muda membuat wanita itu tidak bisa datang. Awalnya Melody, protes karena terlalu cepat apa lagi menikah adalah ibadah seumur hidup, bagaimana bisa adiknya menikah dengan orang yang tidak dicintainya. Namun, suaminya terus memberikan arahan mengenai hal itu. Membuat akhirnya Melody mengerti kenapa perjodohan ini dilakukan.     

"Hem," Deheman seseorang di belakang membuat Gina menoleh, saat ini pria yang akan di jodohkan dengan dirinya berada di sana. Gina kembali menatap ke arah Cio, dan pria itu duduk di sampingnya.     

"Saya tahu, hal ini sulit untuk kamu. Tapi, mari kita coba semuanya bersama," ucap Daffa. Mendengar hal itu membuat, Gina menatap ke arah Daffa dengan dahi berkerut. Baru saja, Gina ingin menjawab ucapan pria itu, Sekar dan Akbar memanggil mereka untuk makan malam.     

"Na mas Daffa dipanggil Bude. Katanya kita makan malam dulu," ujar Sekar. Pria itu lalu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan melewati Sekar dan Akbar sedangkan Gina masih berdiam diri, wanita itu tidak tahu harus bersikap seperti apa. Sekar dan Akbar yang peka akan keadaan, mendekati Gina keduanya lalu saling memeluk Gina dengan erat. "Lo gak sendirian, ada kita di samping Lo Na. Lo kuat kok, gue yakin semua ini terjadi karena pakde ingin yang terbaik buat lo, gak ada orang tua yang ingin anaknya menderita semuanya pasti ingin melihat anaknya bahagia," ucap Sekar.     

Ketiga lalu masuk ke dalam rumah, semua orang sudah menunggu mereka dua meja yang disiapkan oleh Bian dan Carissa membuat makan malam kali ini sangat spesial. Obrolan para orang tua berlanjut di meja, makan mereka semua tidak menyangka jika calon besan Bian adalah salah satu alumni terbaik di SMA mereka pada zamannya. Dan ternyata mereka satu angkatan membuat obrolan antara Bian dan Joyo berlanjut kepada Jodi, Elang dan Andrian.     

Gina hanya mengaduk aduk makannya, melihat hal itu membuat Ryu yang duduk bersama dengan kedua orang tuanya beranjak dari sana meminta Akbar untuk berganti posisi.     

"Kamu kenapa aja," pinta Ryu.     

"Eh, kenapa gitu bang. Masa aku duduk di sana," protes Akbar. Ryu tidak menjawab, laki laki itu hanya menatap ke arah Akbar. Sedangkan yang ditatapan hanya bisa menghela napasnya berat. Akbar pun langsung pergi dan duduk di tempatnya Ryu.     

"Kenapa gak di makan. Ah, buka mulutnya," ucap Ryu.     

"Abang aku bisa sendiri."     

"Buka mulut kamu atau Abang akan pergi," ancam Ryu. Mendengar hal itu membuat Gina dengan terpaksa membuka mulutnya, padahal untuk makan saja Gina tidak nafsu, hari ini benar benar membuat wanita itu tidak bersemangat.     

###     

Hallo. Selamat datang di volume ketiga, dari kisah ini. Semoga kalian tetap suka ya. Terima kasih, dan sehat sehat untuk kalian semua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.